Penyebab perang Mu’tah ini bermula ketika Rasulullah 
Shallallâhu ‘alaihi wasallam mengirim utusan bernama al-Harits bin Umair
 al-‘Azdi yang akan dikirim ke penguasa Bashra. Di tengah perjalanan, 
utusan itu ditangkap Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani dari bani 
Gasshaniyah (daerah jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi 
Heraclius. Setelah itu kepalanya dipenggal. Pelecehan dan pembunuhan 
utusan negara termasuk menyalahi aturan politik dunia. Membunuh utusan 
sama saja ajakan untuk berperang. Hal inilah yang membuat beliau marah.
Mendengar utusan damainya dibunuh, Rasulullah 
Shallallâhu ‘alaihi wasallam sangat sedih. Setelah sebelumnya berunding 
dengan para Sahabat, lalu diutuslah pasukan muslimin untuk berangkat ke 
daerah Syam. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam sadar melawan 
penguasa Bushra berarti juga melawan pasukan Romawi yang notabene adalah
 pasukan terbesar dan terkuat di muka bumi ketika itu. Namun ini harus 
dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan akan menyerang 
Madinah. Kelak pertempuran ini adalah awal dari pertempuran Arab – 
Bizantium.
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam berkata; 
“Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, bila ia gugur komando dipegang oleh Jakfar bin Abu Thalib, bila gugur pula panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah –saat itu beliau meneteskan air mata- selanjutnya bendera itu dipegang oleh seorang ‘pedang Allah’ dan Akhirnya Allah Subhânahu wata‘âlâ memberikan kemenangan. (HR. al-Bukhari)
Ketika pasukan tentera ini berangkat Khalid 
bin’l-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan 
keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan itikad 
baiknya sebagai orang Islam. Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan 
kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Rasulullah 
Shallallâhu ‘alaihi wasallam juga turut mengantarkan mereka sampai ke 
luar kota, dengan memberikan pesan kepada mereka: Jangan membunuh 
wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan 
rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon. Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi 
wasallam mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan 
berkata: Allah menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali 
dengan selamat. 
Komandan pasukan itu semua merencanakan hendak 
menyergap pihak Syam secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan 
dalam ekspedisi-ekspedisi yang sudah-sudah. Dengan demikian kemenangan 
akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan. Mereka
 berangkat sampai di Ma’an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui 
apa yang akan mereka hadapi di sana. 
JALANNYA PEPERANGAN
Mendengar kekuatan musuh yang begitu besar, kaum 
Muslimin berhenti selama dua malam di daerah bernama Mu’an guna 
merundingkan apa langkah yang akan diambil. Beberapa orang berpendapat, 
“Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi 
wasallam, melaporkan kekuatan musuh. Mungkin beliau akan menambah 
kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar lagi, atau memerintahkan 
sesuatu yang harus kita lakukan.” Tetapi Abdullah bin Rawahah tidak 
menyetujui pendapat tersebut. Bahkan ia mengobarkan semangat pasukan 
dengan ucapan berapi-api:
“Demi Allah Subhânahu wata‘âlâ, sesungguhnya apa yang kalian tidak sukai ini adalah sesuatu yang kalian keluar mencarinya, yaitu syahid (gugur di medan perang). Kita tidak berperang karena jumlah pasukan atau besarnya kekuatan. Kita berjuang semata-mata untuk agama ini yang Allah Subhânahu wata‘âlâ telah memuliakan kita dengannya. Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur (syahid) di medan perang.” Lalu mereka mengatakan, “ Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”
 Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan 
bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000
 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan 
dahsyat yang belum ada taranya pada masa sebelum itu.
KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ZAID BIN HARITSAH
Sesuai perintah Rasulullah, pasukan Islam dipimpin 
Zaid bin Haritsah dengan bendera di tangannya. 3.000 pasukan Islam 
melawan 100.000 tentara Romawi jelas tak seimbang. Zaid bertempur dengan
 gagah berani. Sampai kemudian sebuah tombak Romawi menancap di 
tubuhnya. Darah segar assaabiquunal awwalun tumpah di bumi Muktah. 
Andaikan memiliki air mata, tanah di sana sudah menangis sejak tubuh 
mulia itu terjatuh. Zaid tergeletak sudah. Syahid.
KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA JA’FAR BIN ABU THALIB
Lalu komandan perang dipegang Ja’far bin Abu Thalib. 
Ja’far bertempur dengan gagah berani sambil memegang bendera pasukan. 
Sahabat yang tampan ini bertempur hebat di atas kudanya. Ketika 
pertempuran makin sengit, kudanya terkena senjata musuh. Ja’far 
terlempar. Ia segera kembali bertempur lagi. Sampai akhirnya, ada 
pasukan Romawi yang menebas tangan kanannya hingga putus. Darah suci 
pahlawan Islam tertumpah ke bumi. 
Lalu bendera dipegang tangan kanannya. Rupanya 
pasukan Romawi tidak rela bendera itu tetap berkibar. Tangan kanannya 
pun ditebas hingga putus. Kini ia kehilangan dua tangannya. Yang tersisa
 hanyalah sedikit lengan bagian atas. Dalam kondisi demikian, semangat 
beliau tidak surut, ia tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara
 memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan.  Ada diantara mereka
 yang menyerang Ja’far dan membelah tubuhnya menjadi dua.
Berdasarkan keterangan Ibnu Umar Radhiyallâhu ‘anhu, 
salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat 
tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau akibat tusukan pedang 
dan anak panah. 
KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ABDULLAH BIN RAWAHAH
“Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan lagaTapi kenapa kulihat engkau menolak syurga …..
Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yang engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!”(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!”
Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan 
tabahnya. Kalau tidaklah taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang 
menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya 
ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan 
sejumlah besar dari mereka. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang 
memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Alloh, maka naiklah 
ia sebagai syahid.
Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan 
perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan 
tercapailah puncak idamannya: “Hingga dikatakan, yaitu bila mereka 
meliwati mayatku: Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah Subhanahu wa
 Ta’ala, dan benar ia telah terpimpin!” “Benar engkau, ya Ibnu 
Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh 
Allah…..!”
KABAR SYAHIDNYA PARA KOMANDAN PERANG MU’TAH SAMPAI KE RASULULLAH
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi 
Balqa’ di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam sedang duduk 
beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba
 percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua 
matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan 
mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatu disebabkan 
rasa duka dan belas kasihan … ! Seraya memandang berkeliling ke wajah 
para shahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata: 
“Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja’far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula.”. Be!iau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya: “Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula”.
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata 
beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, 
lalu katanya pula : “Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga …”
Para sahabat di sisi Rasulullah juga tidak 
henti-hentinya meneteskan air mata. Tangis duka. Tangis kehilangan. 
Kehilangan sahabat-sahabat terbaik. Kehilangan pahlawan-pahlawan 
pemberani. Namun bersamaan dengan tangis itu juga ada kabar gembira bagi
 mereka. Bahwa ketiga orang itu kini disambut para malaikat dengan penuh
 hormat, dijemput para bidadari, dan mendapati janji surga serta ridha 
Ilahi. Secara khusus kepada Ja’far bin Abu Thalib yang terbelah 
tubuhnya, ia dijuluki dengan Ath-Thayyar (penerbang) atau Dzul-Janahain 
(orang yang memiliki dua sayap) sebab Allah menganugerahinya dua sayap 
di surga, dan dengan sayap itu ia bisa terbang sekehendaknya.
STRATEGI PERANG KHALID BIN WALID
Khalid bin Walid memerintahkan beberapa kelompok 
prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah 
kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon 
sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yg datang dengan
 membuat debu-debu berterbangan. Pasukan musuh yg menyaksikan peristiwa 
tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala 
bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja 
merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, 
pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan 
pertempuran. Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak 
mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan 
Romawi berarti Islam sudah menang.
HASIL PEPERANGAN
Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa 
pertempuran ini berakhir imbang. Hal karena kedua belah pasukan 
sama-sama menarik mundur pasukannya yang lebih dahulu dilakukan oleh 
Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dalam pertempuran ini 
kemenangan berada di tangan Muslim. 
Sebenarnya tanpa ada justifikasi kemenanganpun akan 
diketahui ada dipihak siapa. Keberanian pasukan yang hanya berjumlah 
3.000 dengan gagah berani menghadapi dan dapat mengimbangi pasukan yang 
sangat besar dan bersenjata lebih canggih dan lengkap cukup menjadi 
bukti. Bahkan jika menghitung jumlah korban dalam perang itu siapapun 
akan langsung mengatakan bahwa umat islam menang. Mengingat korban dari 
pihak muslim hanya 12 orang, (Menurut riwayat Ibnu Ishaq 8 orang, sedang
 dalam kitab as-Sîrah ash-Shahîhah [hal.468] 13 orang) sedangkan pasukan
 Romawi tercatat sekitar 20,000 orang. 
Perang ini adalah perang yang sangat sengit meski 
jumlah korban hanya sedikit dari pihak muslim. Di dalam peperangan ini 
Khalid Radhiyallâhu ‘anhu telah menunjukkan suatu kegigihan yang sangat 
mengagumkan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Khalid sendiri bahwa ia 
berkata: “Dalam perang Mu‘tah, sembilan bilah pedang patah di tanganku 
kecuali sebilah pedang kecil dari Yaman.” Ibnu Hajar mengatakan, Hadis 
ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin telah banyak membunuh musuh mereka.
copy paste dari sini..
http://nabilmufti.wordpress.com/2011/04/07/perang-mutah-3000-pasukan-muslim-melawan-200-000-pasukan-romawi/
http://nabilmufti.wordpress.com/2011/04/07/perang-mutah-3000-pasukan-muslim-melawan-200-000-pasukan-romawi/
*******
Bonus.. bayan malam sabguzari..
semoga dapat diamal & disampaikan..
menarik kisah perang zaman Rasullullah.. 3000 orang cukup nak kalahkan bala tentera ROM
ReplyDeleteya.. dan Islam x pernah menang dengan sebab banyaknya bilangan..
Delete